Salah satu penyebab meningkatnya
penggunaan susu formula sebagai pengganti Air Susu Ibu (ASI) dikarenakan
Indonesia tidak memiliki kode etik dalam pemasaran produk.
Oleh
sebab itu, Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) mendesak
pemerintah secepatnya menerapkan kode etik pemasaran produk terutama
susu formula, agar iklannya tidak mengecoh masyarakat.
"Pemerintah
Indonesia harus melegalkan kode etik pemasaran produk terutama susu
formula supaya inisiasi menyusui dini (IMD) dapat ditingkatkan," kata
Dr. Asti Praborini , SpA, perwakilan Perinasia di sela acara
“Sosialisasi UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 Terkait Pasal-pasal Pemberian
ASI Ekslusif, Kamis(02/11/10), di Jakarta.
Menurut Asti upaya
itu harus dilakukan karena masyarakat menganggap susu formula pilihan
kedua terbaik setelah ASI. Padahal itu keliru.
“Seharusnya, susu
formula diberikan sebagai obat rujukan apabila bayi berada pada kondisi
tertentu. Di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di
farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula harus
menggunakan resep,” lanjut Asti.
Pelegalan kode etik pemasaran
produk yang dimaksud Dr. Asti adalah The International Code of
marketing of Breastmilk Subtitles” yang dikeluarkan WHO pada tahun
1981, selanjutnya disebut KODE WHO.
KODE WHO sendiri mencakup
produk pengganti ASI dan produk susu lainnya, yaitu makanan dan minuman
yang dipasarkan atau direpresentasikan cocok untuk digunakan sebagai
pengganti ASI secara keseluruhan atau sebagian. Dikarenakan WHO
merekomendasikan menyusui sampai 2 tahun, maka produk susu formul
berlaku mulai anak berusia 2 tahun.
Bentuk larangan KODE sendiri meliputi:
1. Dilarang mengiklankan susu formula dan produk lain pada masyrakat
2. Dilarang memberi sampel gratis susu formula pada ibu
3. Dilarang promosi susu formula di sarana layanan kesehatan
4. Dilarang memberi hadiah atau sampel pada petugas kesehatan
5. Dilarang memuat gambar bayi atau gambar lainnya yang mengidealkan susu formula pada label produk
6. Informasi pada petugas kesehatan harus faktual dan ilmiah
7.
Informasi susu formula termasuk pada label harus menjelaskan keuntungan
menyusui dan biaya serta bahaya pemberian susu buatan.
Penerapan
kode etik pemasaran produk di Indonesia harus secepatnya dilakukan.
Karena menurut penelitian KODE, Indonesia merupakan salah satu negara
yang angka pemberian ASI eksklusifnya sangat rendah. Pelanggaran kode
etik pemasaran produk (khusunya susu formula) sangat luar biasa, yaitu
terjadi semua media, menembus jajaran petugas kesehatan, dan langsung ke
konsumen.
Menurut Asti, Indonesia dapat berkaca dari suksesnya
program IMD di Guatemala, “Sejak sukses mengimplementasi KODE, kurang
dari 10 tahun ASI eksklusif 6 bulan di Guatemala meningkat dari 56
persen menjadi 83 persen. Kuncinya legalisasi KODE, didukung badan
independen ynag multisektoral, yaitu kesehatan,pendidikan, buruh,
ekonomi, industry, dsb," kata Asti.
Selain itu menurut Asti,
“Menteri kesehatan lah yang nantinya akan memiliki wewenang mengontrol
implementasi KODE. Apabila terjadi pelanggran produsen susu tersebut
bisa diberikan peringtan, denda, ijin produksi tidak diperpanjang,
bahkan pabriknya ditutup,” kata Asti.
Waduh,,trus kalo ASI tidak bisa keluar gimana donk.?
copas (http://health.kompas.com/index.php/read/2010/09/03/0855212/Pemasaran.Susu.Formula.Perlu.Kode.Etik-4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar