Artikel ini bukan saya yang menulis tapi saya sependapat dengan isinya...
Surat Seorang Mahasiswa STAN untuk Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo
OPINI
| 08 November 2010 | 15:46
Tulisan
ini saya buat untuk menanggapi artikel yang dimuat di media suara
merdeka online tanggal 04 Nopember 2010 atas artikel yang berjudul “SDM
Perpajakan Sebaiknya dari PT“. Saya tujukan tulisan ini kepada Bapak
Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena ada pernyataannya yang sangat
menyakiti hati nurani saya pribadi sebagai mahasiswa STAN.
Artikel
bisa dilihat di : http://suaramerdeka.com/v1/index.php…a-dari-PT-Saya
merasa sakit hati dengan pernyataan “mantan menteri” Bapak Bambang
Sudobyo ketika menjadi pembicara tunggal dalam seminar nasional
Reformasi Perpajakan Antara Harapan dan Kenyataan di STIE AUB
Surakarta, 4 Nopember 2010. Beliau menyebutkan “STAN yang selama ini
menjadi satu-stunya lembaga pendidikan yang mencetak SDM perpajakan
harus dihentikan. Hal itu untuk memutus perembetan budaya korupsi.” Ia
beralasan bahwa ”SDM atau aparat pajak yang direkrut harus punya
kompetensi teknis, profesional, punya integritas, dan nasionalisme yang
tinggi.” Lihatlah teman, apakah ucapan tersebut – terutama statement
awal – pantas diucapkan oleh orang sekaliber “mantan” menteri keuangan
dan menteri pendidikan seperti Bapak Bambang Sudibyo? Tanpa tedeng
aling-aling beliau yang “terhormat” berkata dengan lantang sambil
mengarahkan telunjuknya ke STAN sambil berkata “STAN ADALAH KAMPUS YANG
MENCIPTAKAN SDM PERPAJAKAN YANG KORUPTIF!”
Ada apakah dibalik
keberanian sang “mantan” menteri melemparlan statement seperti itu?
Mengapa beliau melemparkan statement tersebut ketika beliau sedang
“lemah”, sedang tidak memiliki kekuasaan lagi? Apakah beliau ingin
mendekap lagi kekuasaannya? Jika memang ia menganggap STAN adalah
pencetak koruptor, kenapa tidak dibubarkan saja sejak ia menjabat
sebagai menteri keuangan? Tentunya pada saat itu ia memiliki kekuasaan
“Super Power” karena STAN berada di bawah kekuasaannya? Apakah selama
ini alumni STAN tidak memiliki kompetensi teknis? tidak punya
integritas? tidak memiliki nasionalisme yang tinggi? Ataukah beliau
bercermin pada saat ia berkuasa?
Statement “pencetak budaya
koruptif” adalah sebuah pernyataan yang tak berdasar, yang hanya ingin
mendiskreditkan STAN. Siapapun tahu bahwa korupsi sudah mendarah daging
di Indoonesia. Korupsi telah menyerang semua lini birokrasi di
Indonesia, bahkan orang pintar sekaliber “Sri Mulyani” sendiri harus
dilengserkan karena lantang menyuarakan kata integritas dan reformasi
birokrasi. Coba tengok pembuatan KTP, pelanggaran lalin, perizinan
usaha, birokrasi pemerintah daerah, pemilihan gubernur BI di DPR dan
bahkan mantan menteripun tak sedikit yang terjerat kasus korupsi.
Korupsi adah permasahan moral, yang salah adalah pelakunya yang
memperkaya dirinya sendiri, bukan institusinya.
Sumpah demi
Allah bahwa STAN tidak pernah mendidik kami untuk menjadi koruptor.
Tidak ada satupun mata kuliah di STAN yang mengajarkan kami untuk
menjadi koruptor. Tidak ada seorang dosenpun yang mengajari kami
bagaimana cara korupsi yang aman dan nyaman. Tidak ada niat kami kulaih
di STAN untuk menjadi koruptor. Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam
benak orang tua kami mengantarkan kami ke STAN untuk menjadi koruptor.
Dan tidak pernah sekalipun dalam doa orang tua kami dalam ibadahnya
untuk berdoa kepada tuhan, “Ya Tuhan, jadikanlah anak kami sebagai
koruptor, dan biarkanlah dia hidup nyaman dari uang haram…” Jika Anda
sebagai pemimpin yang mulia di negeri ini, lihatlah kata-kata Anda
telah menjadi pisau yang tidak menyayat hati kami, tetapi juga alumni,
dosen dan juga orang tua kami yang telah bersusah payah berdoa dan
berusaha setiap hari membanting tulang agar kami bisa lulus dan menjadi
orang yang berguna bagi Bangsa ini.
Bapak Bambang Sudibyo yang
terhormat, jangan pernah sekalipun Anda menaruh kedengkian kepada kami.
Bagaimana perasaan Anda jika berada di posisi kami? Apakah yang akan
Anda rasakan ketika Anda telah berusaha keras menyisihkan beratus ribu
pesaing? Apakah Anda pernah merasakan seperti kami, meluangkan waktu 3
tahun dalam hidup Anda untuk berjuang melewati jeratan DO hingga lulus
nanti? Apakah Anda mengerti perasaan kami saat kami menandatangani
surat pernyataan kesanggupan untuk ditempatkan dimana saja? Disaat
surat itu kami tandatangani, tak ada hal lain yang bisa kami lakukan
kecuali belajar dan belajar, berharap agar hasil pendidikan kami disini
memberikan manfaat sehingga kami mendapat penempatan yang layak.
Pernahkah Bapak berfikir selama kami bekerja kami memikul beban
tanggung jawab pengelolaan keuangan negara yang amat berat? Apakah Anda
memikirkan itu semua ketika Anda mengecap kami sebagai calon koruptor?
Dimana hati nurani Anda?
Lihatlah asa dan harapan seratus ribu
lebih putra-putri generasi muda Indonesia berjuang memperebutkan
kesempatan belajar di STAN. Apakah mereka mendaftar STAN hanya untuk
menjadi calon koruptor? Anda adalah seorang mantan menteri pendidikan,
Anda lebih berkapasitas da;lam mempelajari psikologi pendidikan.
Tahukah Anda ketika Anda mengecap STAN sebagai kampus pelopor budaya
korupti, Anda telah menyakiti hati seratus ribu lebih siswa-siswi
lulusan SMA yang ingin mendaftar USM STAN karena secara tak langsung
Anda menuduh mereka ingin menjadi penerus “perembet budaya korupsi”
Lihatlah kami disini setiap semester berjuang keras agar lolos dari
jeratan DO sehingga kami tidak keluar sebagai pecundang dari STAN
karena kami di DO? Dan lihatlah ketika orang tua kami bangga karena
berhasil mengantar kami hingga diwisuda di STAN sedangkan hati kami
tidak tenang karena menunggu akan kemana SK penempatan membawa diri ini
berada. Siapa lagi kalau bukan kami, mahasiswa STAN, yang konsisten
siap ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia? Apakah teman kami,
sahabat kami, di PTN sana akan mau ditempatkan di Pulau Sabang,
Mentawai, Nias, Sangir Talaud, Biak, Wasior dan daerah lain yang
“Google Maps” saja sulit menemukan lokasinya?
Apakah Anda tidak
pernah menyadari bahwa kemarin, tanggal 4 Nopember 2010, Anda telah
salah berucap. Dengan lantangnya Anda mengatakan bahwa “STAN yang
selama ini menjadi satu-satunya lembaga pendidikan pemasok SDM
perpajakan”. Saat ini kementerian Keuangan tidak hanya merekrut SDM
perpajakan dari STAN saja, tetapi juga melalui penyaringan CPNS
Kementerian Keuangan. Lalu apakah jika ada pegawai pajak yang terlibat
korupsi, haruskah Bapak menyalahkan STAN???
Kami memilih kuliah
di STAN bukan karena kami ingin berkorupsi, bukan karena kami tidak
mampu kuliah di PTN terkenal di bawah naungan Dirjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional seperti UI, UGM, ITB, UNPAD, UNAIR,
UNDIP dan PTN lainnya. Kebanyakan memang kami adalah mahasiswa yang
berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan, yang tidak mampu melanjutkan
kuliah ke PTN favorit, entah karena ketiadaan dana atau biaya
pendidikan di PTN yang sangat tinggi. Lalu buat apakah teman-teman kami
di STAN, yang sudah kuliah 2, 3 dan 4 semester di perguruan tinggi
namun ketika mereka diterima kuliah di STAN mereka tinggalkan studi
mereka di PT? Apakah mereka resah karena takut tidak dapat pekerjaan
setelah lulus dari Perguruan Tinggi nanti? Buat apa seorang mahasiswa
semester 5 Fakultas Kedokteran meninggalkan studinya yang tinggal 2
semester lagi hanya untuk STAN? Buat apa seorang mahasiswa UI, ITB,
UNDIP, UNPAD, UNAIR, UGM banyak yang lebih memilih STAN sebagai
tempatnya menimba ilmu dibanding di Perguruan Tinggi Negeri yang sudah
terjamin nama besarnya. Apakah mereka semua ingin melanjutkan budaya
korupsi? Ataukah karena keresahan miss match yang terjadi di dunia
pendidikan dewasa ini? Kita lihat saja banyak Sarjana Hukum yang
menjadi Sales, banyak Sarjana Pertanian yang bekerja di Kementerian PU,
apakah pantas STAN dicap sebagai “Perembet budaya korupsi” sedangkan
STAN ikut membantu dunia pendidikan di Indonesia untuk menciptakan
konsep link and match dunia pendidikan.
Apakah kami semua
mahasiswa STAN hanya ingin menikmati kuliah gratis di STAN dan
menikmati jaminan pekerjaan yang nyaman sebagai PNS di lingkungan
Kementerian Keuangan? Bapak sebagai seorang mantan menteri sudah tahu
pastinya berapa besaran nominal pendapatan bulanan seorang PNS
Kementerian Keuangan dari STAN. Jika kami mau, kami bisa memilih jalan
lain selain kuliah di STAN dan bekerja sebagai pegawai swasta dengan
jenjang pendapatan yang bisa berkali-kali lipat daripada pendapatan
seorang PNS biasa. Kami tidak ingin menyombongkan diri kami, banyak
teman-teman kami yang memiliki kemampuan yang tidak kalah diadu dengan
mahasiswa lain, tentunya masa depan mereka juga tak kalah cerah jika
mereka mengambil jalan lain. Kami adalah mahasiswa terpilih, yang telah
menyisihkan berpuluh-puluh ribu saingan kami demi menjadi bagian dari
almamater STAN. Sebegitu hinakah kami jika kami berlomba-lomba untuk
menjadi mahasiswa STAN hanya untuk menjadi KORUPTOR? Kami, mahasiswa
STAN, berada di kampus perjuangan STAN ini untuk mengabdi pada negara,
bukan untuk menjadi koruptor!
Saya memberikan apresiasi yang
sangat tinggi kepada Bapak Prof. Dr. Bambang Sudibyo karena telah
berani berbicara lantang dan mengarahkan telunjuknya kepada almamater
kami. Akan tetapi, hati dan pikir saya ini hanya mampu menggoreskan
pena untuk menjawab pernyataan Bapak yang sungguh sangat menyakitkan
hati kami. Kami, sebagai mahasiswa STAN tidak akan terpancing dengan
statement Bapak. Sudah berkali-kali kampus kami tercinta ini diterpa
isu miring dan cacian dari pihak yang tidak senang dengan eksistensi
kami yang terus melejit hingga saat ini. Kini lihatlah hasilnya,
semakin kencang angin meniup tempat kami belajar, semakin erat pegangan
kami untuk melewati terpaan angin itu dan semakin solid kami
mempertahankan tanggung jawab yang kami emban di pundak kami.
Biarkanlah
kami disini belajar dengan tenang, menunaikan tugas kami sehingga
setelah kami lulus kami dapat menunaikan tanggung jawab kami pada
bangsa ini. Tentunya sebagai manusia biasa Bapak hanya bisa mengintip
kami dari luar rumah kami, namun akan bedanya jika Bapak berada di
dalam dan menjadi bagian kami. Jangan usik kami, kita memiliki tanggung
jawab sendiri-sendiri untuk membangun bangsa ini. Jangan pernah merusak
sarang semut karena satu semut yang menggigit lengan Anda. Jangan
pernah menggeneralisir kami sebagai pelestari budaya koruptif. Lihatlah
di KPK sana, banyak alumni STAN yang berada disana, bukan sebagai
koruptor, tetapi mereka adalah orang-orang yang menjerat koruptor.
Sampai saat ini hanya Gayus Tambunan saja yang mencari masalah dengan
hukum dan merusak citra baik almamater kami, tapi ia bukanlah cerminan
dari diri kami. Apakah kami selama ini pernah menyinggung perasaan
Bapak? Apakah kami pernah menyinggung eksistensi partai Bapak? Ataukah
selama ini STAN telah mengalahkan popularitas instansi yang bernaung di
bawah kekuasaan Bapak? Bapak Bambang Sudibyo yang terhormat, saya
sangat menghormati Anda sebagai orang yang memiliki ilmu pengetahuan
yang tinggi, seorang Profesor Doktor yang bila dibandingkan dengan saya
maka saya hanyalah manusia hina yang tidak ada apa-apanya. Mungkin kami
sebagai mahasiswa STAN, akan dengan berlapang hati memaafkan pernyataan
Bapak yang cukup menyakiti hati kami. Namun apakah Bapak, sebagai orang
tua, akan bisa menerima jika anak-anak kesayangan Bapak, penerus
keluarga Bapak dicap sebagai calon koruptor? Apakah orang tua kami
mendidik kami untuk menjadi pelaku korupsi? Apakah orang tua kami
membesarkan kami tidak dengan iman dan takwa? Orang tua mana yang tidak
sakit hatinya jika anaknya dicap sebagai perembet budaya korupsi?
Marilah
kita bersama-sama membangun negeri ini bukan dengan perkataan, tetapi
dengan belajar, berkarya dan bekerja. Selamanya perkataan hanya akan
hidup dalam pikiran selama kita tidak bangun untuk merealisasikannya!
Mohon
maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini. Saya
mohon maaf sebesar-besarnya, tulisan ini adalah sebuah ungkapan curahan
hati saya yang tersakiti sebagai mahasiswa STAN…
Copas dari banyak artikel alumni STAN....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar